Saturday, 26 November 2016

A BLESSING IN DISGUISE : NOT EVERY LITTLE-THING-THAT-MATTER, CAN BE FORGOTTEN EASILY


Lewat pertemuan yang tidak sengaja itu, aku tiba-tiba tertarik akan hal-hal yang ada pada dirimu. Jika kamu pernah bilang kalau awalnya kamu tertarik karena kamu memang merasa kalau aku menarikmu sedikit demi sedikit, harus kuakui jawabannya adalah iya. Siapa yang tak tertarik dengan wanita berparas jelita sepertimu. Tapi aku tidak menyangka kalau dalam kurun waktu secepat itu, kita cepat beradaptasi dan saling berbalas hati; tak hanya sekedar berbalas puisi.


Kamu menceritakan semua keinginanmu; dari mulai yang mudah hingga keinginan yang sulit sekalipun. Kamu punya banyak rencana masa depan yang baik, kamu juga memiliki semua yang diperlukan untuk menuju ke titik itu. Aku merasa senang kalau nanti pada akhirnya, akupun terlibat dalam semua pembicaraanmu itu.


Berbeda denganmu, aku lebih banyak mendengarmu bercerita dan mengikuti saja alur yang ingin kamu buat. Tapi, ternyata hal itu malah membuat aku menjadi canggung, dan tidak tau harus bersikap apa padamu, namun aku tetap tenang dan berusaha menjadi yang terbaik.



Hari demi hari kita lalui dengan baik, walau tak jarang ada sedikit cekcok yang wajar diantara kita. Kenapa kubilang wajar? Karena untuk sampai ke titik ini, kita sampai terlalu cepat, menurutku. Tapi, lagi-lagi kata-katamu yang ajaib menyihir semua pemikiranku.




"Aku nggak mau ngeremehin hal-hal yang terjadi meskipun cuma beberapa hari, hal-hal yang berlangsung bertahun-tahun aja belum tentu bisa menjamin apa-apa buat hidupmu ke depan. Nggak ada salahnya kita percaya sama hal-hal yang instan."



Setelah semua kata ajaib itu keluar, aku semakin jatuh. Jatuh di tempat yang aku merasa bukan seharusnya ditempati olehku. Bagaimana mungkin seseorang sepertimu harus melalui masa-masa berharga seperti ini hanya dengan orang macam aku. Di titik ini, harus kunyatakan dengan yakin kalau kamu sudah merubah aku, merubah hidupku menjadi lebih baik. Segala pemikiran-pemikiran yang selama ini kukira hanya ada di kepalaku, ternyata kamu pun memilikinya. Tahap kedewasaanku bertambah satu tingkat lebih tinggi setelah bertemu denganmu. Dengan yakin, kuteriakkan lantang di dalam hati, bahwa nanti apapun yang terjadi, baik kita akan bersama atau tidak, kamu tidak akan aku lupakan. Tidak akan pernah.


***


Musim hujan belum juga selesai, namun setiap harinya perselisihan diantara kita selalu ada. Tak jarang, kebodohan yang kulakukan malah makin membuat perasaanmu berantakan. Padahal, menurutku itu adalah cara untuk membuatmu lebih baik, tapi anehnya, semua cara yang kupilih untuk kulakukan malah selalu membuat kamu merasa lebih tersakiti dan merasa tidak kuperlakukan dengan baik. Aku tau, aku memang orang yang dengan mudahnya menyimpulkan sesuatu.


Semesta seakan selalu mendukung keputusan yang aku lakukan menjadi keputusan yang salah. Aku semakin terlihat buruk dimatamu setiap harinya, Kamu menahan semua amarah dan kekesalanmu, aku tahu itu. Tapi aku malah takut, karena nanti pada suatu hari semua yang kamu tahan dalam dadamu itu keluar, aku harus angkat kaki dari tempatku sekarang.


Hingga pada malam itu, aku melakukannya lagi. Kalau biasanya aku memilih untuk diam dan mengalah, tapi kali ini entah mengapa rasanya ingin sekali aku melawan semua kata-katamu; semua argumenmu. Aku juga punya harga diri sayang, itu yang aku pikirkan. Perselisihan malam itu hanya sebentar, sampai akhirnya kamu mengeluarkan itu semua; keresahan yang selama ini ada di dalam dadamu. Kamu bilang bahwa kita telah selesai, dan kamu menitahku untuk mencari penggantimu saja karena kamu sudah muak denganku. Aku cuma diam, tak bisa berkata apa-apa lagi setelah itu.


Aku terdiam, semakin diam, dan mulai berpikir. Semua pertengkaran ini hanya dalam waktu singkat, dan aku harus angkat kaki dari tempat yang hanya dalam waktu singkat pula aku mendapatkannya dan menetap disitu. Apa ini maksud dari semua kata-kata ajaibmu waktu itu? Bahwa hal-hal yang berlangsung singkat itu memang tidak bisa diremehkan. Sekali lagi, itu hanya pemikiran singkatku, aku selalu cepat mengambil kesimpulan. Kamu selalu ingat itu.


Aku, sebagai seorang yang tentu punya prinsip dan harga diri, akhirnya harus kalah; entah mengalah. Aku tidak tahu sebutan apa yang lebih tepat untuk kutuliskan disini. Jika memang seseorang sudah menyuruhku pergi, maka aku harus pergi. Jika seseorang sudah mengusirku, maka aku tak boleh tetap ada di tempat itu. Aku harus pergi, demi dirimu dan semua harga diriku.


Akhirnya kita sampai di titik ini, titik dimana kita seakan tak pernah jadi dua orang yang saling berbalas hati; juga puisi. Aku hanya bisa terus memandang dan-tetap-mengagumimu dari kejauhan. Jauh dari kerumunan orang-orang yang biasa jadi lingkungan tempat kita mempertunjukkan kasih. Sakit dari dalam hati kemudian muncul, dan aku merasa bisa menikmati ini. Karena lagi-lagi, seperti katamu yang tak pernah meremehkan hal-hal yang terjadi dalam waktu singkat, aku berharap perasaan ku sekarang ini, hanya menyiksaku dalam waktu yang singkat juga.


Terima kasih, untuk semua hal singkat yang pernah kuterima, itu indah.
Terima kasih, untuk semua kata-kata ajaib yang sampai saat ini masih ada di dalam kepalaku, itu melekat.
Terima kasih, untuk semua pemikiran dan kecocokan-kecocokan yang selalu kita perbincangkan, itu mendewasakan.


Semoga kamu mendapat apa yang selalu kamu rencanakan dalam hidupmu, karena itu harus.
Dan aku meminta maaf untuk terakhir kali jika sampai detik ini aku masih mengagumimu.
Dan sekali lagi, dengan yakin, kuteriakkan dengan lantang di dalam hati, kamu tidak akan aku lupakan. Tidak akan pernah; walau nyatanya kita tidak berakhir bersama.



Ditulis dibawah lampu yang remang dan saat cuaca diluar sedang hujan deras.
Dengan ditemani secangkir kopi dan alunan lagu Said & Done dari A Skylit Drive.
Cimahi, 26 November 2016
jam 5 sore lewat 8 menit

Guzti Eka Putra

Wednesday, 2 November 2016

TAPI, MENINGGALKANMU BUKANLAH SEBUAH KESALAHAN


Di siang ini, gue tiba-tiba teringat tentang suatu kejadian. Tapi, sebelum gue tuangin segala sesuatunya disini, gue coba menenangkan diri gue dulu, gue pasang earphone dan putar lagu Hidupkan Mimpi nya Danger Ranger.


Oke, sekarang gue siap. Gue mulai ya.....
Eh iya, btw, gue bakal sampein cerita ini dengan gaya nulis gue yang nggak biasa.
Semoga masih berkenan~



***


"Lucu juga dia yang pake kacamata"
"Mana sih mana?"
"Itu lu liat nggak?"
"Hmm.. boleh, sih. Berani lu deketin?"
"Coba aja nggak ada salahnya lah.."
"Iya sih, yaudah, gih"
"Oke, kapan-kapan"
"Hahahahahaha, tai! Udah lah, yok lanjut"
"Sip, kuy kuy"



Berhari-hari setelahnya, entah ada keberuntungan apa yang menimpa saya. Perempuan yang saya bicarakan dengan teman tempo hari, kebetulan ada di dekat saya. Lantas, kesempatan yang datang tentunya tidak saya sia-siakan. Saya mengajaknya berkenalan, dan untungnya dia mau. Walaupun di awal-awal pembicaraan dia terlihat sangat jutek, tapi setelah ditelaah lebih jauh ternyata dia seorang yang pendiam. Mungkin kehadiran saya memang mengganggunya, makanya dia bersikap seolah mau-tak-mau meladeni saya.



Hari demi hari berlalu. Minggu demi minggu. Hubungan kami semakin dekat semenjak saling bertukar akun media sosial dan juga nomor telefon. Di awal perkenalan yang memang niat saya hanya sekedar bersilaturahmi menambah teman, nyatanya berlanjut sampai sejauh ini. Namun kemudian, ada sesuatu yang akhirnya harus kami sama-sama terima bahwa dia, perempuan yang akhir-akhir ini selalu menemani saya, harus pergi ke suatu tempat yang jauh. Kemudian, sebelum dia pergi, dia meminta kejelasan untuk semua hal yang kami lalui, dan, saya yang tidak terbiasa dengan hal ini, tentu saja, memberikan jawaban yang paling tidak ingin dia dengar. Dan kemudian, dia pergi....


***


Tidak lama setelah kepergiannya, saya tetap menjalani kehidupan saya yang biasa-biasa saja ini seperti biasa. Tidak ada yang berbeda. Sampai akhirnya, kehidupan berputar sekali lagi untuk mempertemukan kami. Iya, kami. Saya dan perempuan tempo hari. Tapi kali ini, ada yang berbeda. Entah, siapa diantara kami yang berubah. Saya melihatnya menjadi berbeda karena tentu saja itu dari sudut pandang saya. Dia pun melihat saya menjadi berbeda karena tentu saja itu dari sudut pandangnya. Tapi, saya tidak mau mempermasalahkan ini. Saya mengalah setiap ada sesuatu yang kira-kira akan memicu hubungan kami yang tidak jelas ini menjadi semakin tidak jelas nantinya. Itu memang tugas seorang laki-laki, bukan?



Sampai suatu ketika, saya mulai semakin tidak nyaman dengan sikapnya yang seolah-olah dia memiliki saya sepenuhnya. Padahal, sejak awal kami sudah membicarakan kemana arah hubungan ini. Tentu saja, saya, sebagai laki-laki yang tidak suka dikekang sedikit kecewa dengan perbuatannya. Namun, setelah saya sampaikan, dia bilang dia bisa mengerti. Namun sayangnya, sikap masing-masing dari kami dalam menjaga hubungan ini menjadi berbeda. Entah apa yang menyebabkan saya jadi seperti ini. 



Akhirnya, saya merasa sudah tidak ada lagi yang bisa saya perjuangkan untuknya. Karena rasa yang selama ini saya bangun, hilang begitu saja. Silahkan salahkan saya untuk semua ini, tapi memang inilah kenyataannya. Namun, ternyata tidak untuknya. Dia malah semakin menumbuhkan perasaannya. Tinggi, tinggi, dan semakin tinggi. Hingga saya tak tahu lagi dengan cara apa saya harus meninggalkannya. Bukan karena tidak mau berusaha bertahan, tapi karena memang saya tidak mau membohongi diri sendiri. Jika sudah tidak ada rasa lagi, lantas apa saya harus berbohong untuk pura-pura menyayangi? Tidak, sayang. Itu lebih keji.



Kemudian terbesit di dalam pikiran saya, yang mau tidak mau, suka tidak suka harus saya lakukan untuk bisa meninggalkannya. Saya berpikir untuk menjadi lelaki brengsek di depan mukanya. Sekali lagi, jika kalian membaca tulisan ini, silahkan salahkan saya dan hina saya semau kalian, tapi saya tidak akan pernah mau membohongi perasaan yang ada di dalam diri saya sendiri.



Entah kenapa, lagi-lagi seakan dunia berpihak pada saya. Tiba-tiba ada satu perempuan lain yang saya pikir bisa saya jadikan sebagai alasan untuk menjadi brengsek. Hingga akhirnya, semua yang saya rencanakan terjadi. Dia harus melihat saya seakan berhubungan dekat dengan perempuan ini. Hingga dia meluapkan semua kemarahan dan kehancuran hatinya pada saya. Dia dan hatinya hancur, mungkin berkeping-keping, tapi entah, saya tidak tahu pasti. Satu yang pasti saya tahu, saya berhasil membuat diri saya terlihat sebagai orang brengsek di mata indahnya. 


***


Manusia membuat kesalahan di dunia ini, tapi meninggalkanmu bukanlah sebuah kesalahan, sayang.
Satu-satunya kesalahan yang saya lakukan adalah; memulai sesuatu yang tidak bisa saya selesaikan dengan baik; mencoba menyayangimu.



Kemudian, ingin rasanya saya membuatkanmu sebuah puisi untuk bisa sedikit mencoba mengobati hatimu. Tapi, sepertinya tidak mungkin berhasil. Karena apapun yang saya lakukan sekarang, sudah tidak akan pernah ada artinya lagi untukmu. Jadi, saya tidak akan membuat puisi untukmu. Saya hanya akan memberi satu puisi yang bisa mewakili segala sesuatunya untukmu. Terima kasih...


Aku benci kata 'maaf',
karena kata setelahnya,
pasti menyakitkan.

Pun jangan juga ucapkan 'selamat tinggal',
karena tak ada hati yang selamat
saat ditinggal.

Terima kasih,
atas kasih yang pernah kuterima.

-andhikahadip, Jakarta, 2016-


***


"Apa yang kan terjadi bila ku bermimpi Kau hadir disini berharap tuk kembali padaku Kisah kita yang telah lama kau padamkan Tak akan pernah menghilang walau kau pikir telah usai
 Dan bila semua harus ku akhiri Ku ingin agar kau mengerti Kulakukan semua untukmu...."


Siang bolong di awal bulan November,dan bukan berdasarkan pengalaman pribadi
Guzti Eka Putra2016

Friday, 14 October 2016

SO WRONG, IT'S RIGHT - MAKE A YOUTH NOT WASTED


Banyak yang bilang, kalau masa muda itu harus di nikmati dengan sebaik-baiknya. Namun, ada saja hal-hal yang bikin kita jadi kurang bisa menikmati masa muda. Salah satunya adalah pertemanan yang kita jalani, dan bagaimana cara kita berteman. Nggak bisa dipungkiri kalau nyatanya, teman-teman lah yang membuat masa muda kita lebih berwarna. Teman-teman lah yang bisa membuat kita menikmati hidup, tapi, nggak jarang terjadi juga kalau pada akhirnya teman-teman juga lah yang kadang bikin kita males buat jalanin hidup. Sejauh ini gue bener?


Oke lanjut.


Pernah nggak sih kalian ngerasa cemburu sama sahabat kalian, yang ternyata di kehidupannya sekarang, mereka punya sahabat baru yang akhirnya bikin hubungan kalian jadi jauh sama mereka.
Biasanya, hal-hal di kehidupan yang men-trigger terjadinya kerenggangan antar sahabat adalah terpisahnya lingkungan bermain karena udah beda sekolah atau beda kampus. 


Di lingkungan baru, orang cenderung memulai kembali fase adaptasi dalam dirinya agar bisa mendapat 'tempat' dimana dia berpijak sekarang. Siapa sih yang mau nggak punya teman di lingkungan baru? Naluri manusia sebagai makhluk sosial tentu memicu keinginan seorang individu untuk mencari teman demi kenyamanannya dalam menggeluti kegiatannya di lingkungan baru tersebut. 


Nah, setelah berlangsungnya proses adaptasi, muncul yang namanya kenyamanan. Nyaman berteman dengan orang-orang yang sebelumnya juga sama-sama beradaptasi untuk menciptakan warna baru dalam kehidupan pertemanannya. Semakin nyaman dengan sesuatu yang baru, membuat seseorang lama kelamaan perlahan meninggalkan semua kebiasaan lamanya. Termasuk orang-orang di 'kehidupan lama' nya.


Lantas, kita sebagai sahabat dekat yang akhirnya menyadari perubahan dari sahabat kita tersebut kemudian merasa cemburu karena merasa sudah tidak lagi mendapat perhatiannya. Sudah jarang main bareng, sudah jarang bertemu, bahkan untuk saling berkirim pesan teks di media sosial pun rasanya enggan dan jatuhnya terasa lebih kaku. Padahal, sebelumnya, kita lah yang selalu ada untuk mereka. Pertanyaannya adalah, kenapa bisa seperti itu?


Gue pribadi memandang hal seperti ini sebagai sebuah proses hidup menuju dewasa yang memang harus kita rasakan di masa muda. Di masa-masa menuju dewasa kayak gini, tentunya pikiran kita semakin terbuka, ruang lingkup yang kita jelajahi juga lebih luas dari sebelumnya, dan tentu saja banyak dunia baru yang sebelumnya belum pernah kita masukin bakal kita masukin dengan mau-nggak-mau di fase sekarang ini.


Biasanya kalau kita sudah merasa seperti ini, kita hanya selalu berpikir kalau sahabat-sahabat kita lah yang berubah. Kita masih disini-sini aja, ngelakuin hal yang itu-itu aja, dan masih gitu-gitu aja. Padahal, nyatanya, tanpa kita sadari, kebiasaan kita pun mulai berubah. Nggak percaya? Oke gue jelasin.


Misalnya, dulu kita yang biasa main sama si A, untuk nongkrong di tempat B dan ngelakuin sesuatu yang sama-sama kita senengin bareng-bareng. Setelah si A mengalami proses seperti yang gue jabarin diatas, kita udah nggak bisa ngelakuin itu lagi kan. Hal itu secara nggak sadar membuat kita untuk cari kebiasaan baru yang lain untuk ngabisin waktu kita. Semakin lama kita meninggalkan kebiasaan dan nggak pernah lagi dapetin suasana yang dulu bikin kita nyaman, semakin terbentuk pula kebiasaan baru yang akhirnya merubah pola pikir dan suasana hati kita. Well, nyatanya kita sendiri berubah juga kan? Menikmati rasanya dunia baru juga kan? Beradaptasi juga kan? 


So, menurut gue, cemburu bukanlah sesuatu yang harus kita lakukan terhadap sahabat yang dunianya sudah 'berubah'. Justru, harusnya kita berterima kasih sama mereka, karena berkat berubahnya mereka, maka diri kita sendiri pun akhirnya ikut merasakan perubahan juga ☺.


♥♥♥


Semoga semua perubahan yang terjadi dalam hidup kita, semuanya akan membawa kita menjadi sesuatu yang lebih baik. Karena apalah arti perubahan kalau tidak berakhir baik.
Selamat mengarungi masa muda, selamat menempuh kerasnya semua proses menuju kedewasaan yang kita idamkan dengan jalannya masing-masing. 


Gue selalu percaya satu hal, hanya akan ada satu sudut di alam semesta ini yang gue yakin akan berubah jadi lebih baik, yaitu diri gue sendiri. Karena apapun yang terjadi, gue yakin sebenarnya hal-hal tidaklah berubah, tapi kita sendiri yang berubah.


Terima kasih, semua yang pernah ada dan kini tiada.
Terima kasih, semua yang semula tak ada dan kini tetap setia.



Ditulis dengan penuh memori manis di kepala,
dan rasa syukur di hati.

Jakarta, 14 Oktober 2016
sekitar jam 10 malam

Guzti Eka Putra

Thursday, 8 September 2016

SEPENGGAL ROMAN UNTUK SANG PUAN


Pagi itu masih buta.
Langit hari pertama di bulan Februari sedang cerah-cerahnya.
Aku berpikir sekilas tentang kita,
Lebih jauh daripada biasanya.


Kata orang, bulan ini adalah bulannya cinta.
Lalu,
Bisakah kita menjadi legenda seperti Galih dan Ratna?
Bisakah kita selalu menjadi yang diperbincangkan seperti Rangga dan Cinta?
Atau setidaknya,
Bisakah kita meniru Dilan dan Milea?


***

Siang itu sudah berinsang.
Hati yang sendu kini tak lagi gersang.
Tawa dan haru memijaki hati sang periang.


========================================================================
= Bibirmu, pohon Sakura yang hendak gugurkan bunganya.                 =
= Wajahmu, batara surya pertama setelah langit gelap Bulan November.   =
= Tubuhmu, layaknya taman bermain raksasa penuh wahana.                =
= memaksa diri untuk terus bermain disana, tak boleh pulang.           =
=                                                                      =
=                                                                      =
=                                                      - Tuan Kerana   =
========================================================================


Puisi yang romantis terus menerus mengalir,
menetes turun dari bibir,
Menghempas semua keraguan, dengan sigapnya ia mengusir.


“Aku ingin kamu jadi Puan ku”
“Kamu harus jadi Puan ku”


***

Waktu berlalu.
Sepasang hati kini telah berpadu.
Keduanya tak pernah lagi saling mempertanyakan,
apa maksud Sang Pencipta mempertemukan.


"Oh Puan, Seolah sengaja aku diciptakan tidak sempurna,
karena akan ada kamu yang menyempurnakan.
Jika aku sempurna, kamu tak berguna.."


Sang Puan kemudian memeluk Sang Tuan dengan penuh haru bahagia.
Jiwanya rapuh, seakan seluruh semesta jatuh dan runtuh di dadanya.
Dalam peluknya, Sang Puan berbisik di telinga Sang Tuan;


"Sekarang, semua benda langit ada di dadaku.
Alam semesta ada di dekapanku.
Tak akan kubiarkan yang lain merenggutnya."




Ditulis dengan hati yang terpacu, dan menggebu-gebu.
Dini hari tanggal 6 September 2016
di Jakarta.

Thursday, 25 August 2016

YOU WANTED A SONG, I WROTE YOU ONE TO CARRY ON



Bila hidup harus berputar ðŸŽ¶  biarlah berputar ~~ ðŸŽ¶
Akan ada harapan, sekali lagi, seperti dulu…. ~ ðŸŽ¶


Di awal dibuatnya blog ini, si penulis pernah bilang kalau menulis adalah salah satu cara dia untuk nyembuhin keresahan dan keluh kesah yang ada di hidupnya selama ini. Tapi nyatanya, udah lama banget ya si penulis nggak update tulisannya di blog ini. 
Hmmmmm ….

Kemudian pertanyaan yang timbul adalah, apakah selama ini dia vacuum karena memang udah nggak pernah lagi punya masalah di hidupnya? Atau apakah selama ini dia punya cara lain buat ngilangin keresahan dalam pikirannya? Atau bahkan, sebenernya dia punya banyak banget masalah yang bikin dia resah sampe sampe nggak punya waktu buat nulis lagi?

***

Well, here I am now. 
Listening to Sekali Lagi by Sheila On 7and I’m looking at my blog with full of hopes.

Iya, harapan. Kenapa harapan? Karena harapan adalah sesuatu yang nggak akan pernah ngekhianatin kita. Harapan adalah sesuatu yang akan selalu tumbuh tinggi di hati setiap manusia di dunia, serendah-rendahnya kasta manusia tersebut. 
Harapan juga yang nuntun kita untuk tetap kuat dan siap menjalani hidup, sehina apapun hidup yang lagi kita jalanin sekarang. 

Sering kita jumpain di sekitar, kata-kata hinaan, cacian, makian, yang kadang bikin seseorang jadi nggak percaya diri dengan harapannya.


Yaelah, ngarep lo.”

“Nggak usah ngarep, sadar diri sih.”

“Mimpi lo ketinggian bro, miris gue”

Gue percaya kalau kata-kata bisa merubah kepribadian, sifat, sikap, dan perilaku seseorang. Kalau kita lebih sering ngehujat, ngejudge, nilai orang seenak jidat kita, pada akhirnya kita akan gagal dalam hidup kita sendiri. Percayalah.

Percaya atau enggak, sebenernya orang-orang yang sering menilai dan menghakimi harapan seseorang justru adalah orang yang sebenernya nggak punya harapan dalam hidupnya. Orang-orang yang cuma iri sama sesuatu yang dia nggak punya, atau mungkin dia sebenernya punya, hanya mungkin nggak setinggi harapan kita.


Vaclav Havel, Presiden Cekoslovakia ke-10 yang juga seorang penulis pernah bilang :

Harapan, bukanlah keyakinan bahwa hal-hal akan terus berjalan dengan baik, melainkan rasa pasti bahwa akan ada sesuatu yang bukan hanya omong kosong dalam semua hal yang kita kerjakan, apapun yang akan terjadi akhirnya.


Jadi, untuk apa sih sebenernya orang-orang kadang suka banget ngeremehin harapan kita? Entahlah, biarin aja. Daripada kita ikut-ikutan jadi orang yang suka meremehkan harapan orang lain, kenapa sih nggak kita sama sama dukung dan aamiin-kan setiap harapan yang orang lain punya? Kan lebih baik sama-sama berhasil daripada sama-sama gagal dalam hidup. Satu helai rumput harapan, yang sama sama disirami oleh semua, nantinya akan jadi padang rumput harapan yang luas. Lebih indah ketimbang hanya satu rumput yang tumbuh aja bukan?

So…
Tetap simpan, dan tumbuhkan baik-baik harapan yang ada dalam diri kita, entah itu harapan yang memang udah lama ada dalam diri kita tapi masih belum terjadi, ataupun harapan-harapan baru yang mulai ada beriringan dengan semakin dewasanya kita tumbuh. Jangan biarin goyah, lemah, apalagi sampai si harapan tersebut mati hanya karena goncangan-goncangan nggak penting dalam hidup kita.


Gue mau masuk Sekolah Kecantikan, biar bisa dandanin emak kalo mau pergi kondangan”

“Gue harus jadi Tentara! Gue harus mengabdi sungguh-sungguh ke negara ini”

“Gue mau masuk Kuliah Kedokteran, di Jakarta, sekalian ketemu sama pujaan hati gue disana hahaha”


Yap, terusin semua harapan-harapan itu, dibarengin sama semua usaha dan kerja keras lo semaksimal mungkin. Eitss, dan jangan lupa. Berdoa. Karena doa tanpa usaha adalah sia-sia dan usaha tanpa doa takkan berarti apa apa. Daaaaaaannn… harapan tetap akan jadi harapan tanpa doa dan usaha  ☺
Selamat berjuang, selamat menempuh jalan yang panjang dalam kehidupan yang akan datang. Jalan panjang yang pada awalnya hanya sebuah bayangan semu, namun saat kita mulai menapaki jalan tersebut, kita percaya bahwa jalan itu ada, begitupun dengan tujuannya.


***

Penderitaan yang sesungguhnya adalah ketika kamu kehilangan kepercayaan diri dan harapan. Dan ketika Allah SWT tak ada dalam tujuan hidupmu.” –Helvy Tiana Rosa, Tanah Perempuan


Ditulis dengan penuh harapan, oleh Guzti Eka Putra
23 Agustus 2016
Teruntuk semua orang yang sedang sibuk dengan harapannya.