Wednesday 12 July 2017

PEMUDA MELANKOLIS DAN BIDADARI BERMATA SENDU



Hampir setengah tahun lamanya pemuda itu tak lagi mencurahkan segala apa yang ia rasa lewat tulisan. Entah bosan, entah memang sudah tak mampu lagi berkarya, atau mungkin dia memang memilih untuk tak lagi jadi seorang pencurah rasa. Enam bulan kebelakang banyak sekali hal yang dilalui olehnya. Tak sedikit pelajaran hidup dan pengalaman-pengalaman baru mengiringi hari-harinya. Mulai dari kerjanya yang sudah 'agak' normal namun tak lagi punya waktu untuk libur, atau kenyataan pahit bahwa kecerobohannya kini malah menariknya kedalam kesepian setelah yang ia lakukan malah membuat laptop-yang-dia-anggap-setengah-nyawa nya harus dimuseumkan selama dua bulan terakhir.


Namun hidupnya tak melulu soal kepahitan. Dua bulan kebelakang juga merupakan anugerah bagi pemuda kumal berkumis cukup tebal yang sering memakai pakaian lusuh itu. Kehadiran seorang bidadari dari planet sebelah memalingkan pandangannya ke arah lain yang lebih baik dari dunia yang selama ini ia anggap tidak adil. Pemuda itu tak pernah percaya akan adanya sebuah kebetulan, meskipun segala sesuatu tentang sang bidadari adalah hal yang menakjubkan di matanya. Ini cuma propaganda dan konspirasi alam semesta, pikir pemuda tersebut.


Bidadari bermata sendu itu dikenalnya dari sebuah sosial media yang sudah ia gunakan satu tahun ke belakang. Menariknya, dari awal perkenalan sampai waktu pertama kali mereka bertemu, benar-benar bukan hal yang di sengaja. Biasanya, dalam menentukan tambatan hati, pemuda melankolis itu sudah merencanakan serangan dan melakukan pendekatan dengan hati-hati dari jauh hari. Jika diibaratkan, sang pemuda adalah seekor serigala dan wanita-wanita diluar sana adalah mangsanya. Namun tidak kali ini, serigala ini sama sekali tak berminat mencari mangsa baru. Namun apa boleh dikata, setelah pertemuan pertama yang tidak disengaja itu, hati sang pemuda bergetar juga. Serigala muda ini mulai melemah.


Tak berbeda dengan kehidupan sang bidadari sebelumnya. Segala sesuatu yang ia rasakan bersama pemuda kumal itu sangat luar biasa. Jauh dari apa yang bisa ia pikir dari logika nya. Sang bidadari yang biasanya selalu 'lari' saat ada yang mendekat, kali ini tak kuasa melawan taktik hebat alam semesta dari mempertemukannya dengan pemuda tersebut. Sampai-sampai logikanya berkecamuk melawan hatinya. Bagaimana bisa ia yang selalu menghindar dari kejaran pemangsa, saat ini sedang asik terperangkap dalam jebakan yang tidak sengaja dibuat sang pemuda. Setelah pertempuran di dalam diri yang cukup panjang, hatinya mengeluarkan jawaban dan menjadi pemenang; ya, pemuda ini tidak mengejarku, karena itulah aku tidak lari.


Dari mulai sekedar berkirim pesan singkat menanyakan hal basi sampai membicarakan sesuatu yang menurut keduanya serius, sang pemuda dan sang bidadari terlarut dalam sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Sang bidadari berpikir bahwa semua yang mereka lalui terlalu cepat, namun lagi-lagi hatinya berlari lebih kencang dari logikanya, mengalahkan semua keraguan dalam diri, dan meyakinkan bahwa memang apa yang dilaluinya bersama sang pemuda sudah seperti yang seharusnya. Lain halnya untuk sang pemuda, hatinya justru menggebu-gebu untuk menjalani semua yang akan terjadi, namun tetap sabar dan terlihat santai dalam menghadapi semuanya.


Kini hari-hari yang dijalani sang pemuda dan sang bidadari tak lagi monoton. Segala apa yang terjadi selama waktu ini berjalan telah mengubah pandangan mereka masing-masing terhadap dunia. Rindu dan riang canda selalu terselip diantara kata-kata yang keluar di setiap percakapan mereka. Walaupun pada akhirnya mereka sadar, mereka tak dapat meminta alam semesta dan seluruh komponennya untuk terus bergerak memberikan kejutan yang selalu ingin mereka dapatkan. Tapi mereka berjanji untuk terus bergerak searah dan membuat pondasi yang kuat, sekuat kehidupan, cinta, dan pemahaman.





"...dan jika rasa ini tak bermakna, aku yakin hangatnya akan tetap sama, dan pemiliknya akan tetap engkau"

—Juang Astrajingga



Ditulis oleh Guzti Eka Putra
atas izin Alam Semesta
Jakarta, 12 Juli 2017