Lewat pertemuan yang tidak sengaja itu, aku tiba-tiba tertarik akan hal-hal yang ada pada dirimu. Jika kamu pernah bilang kalau awalnya kamu tertarik karena kamu memang merasa kalau aku menarikmu sedikit demi sedikit, harus kuakui jawabannya adalah iya. Siapa yang tak tertarik dengan wanita berparas jelita sepertimu. Tapi aku tidak menyangka kalau dalam kurun waktu secepat itu, kita cepat beradaptasi dan saling berbalas hati; tak hanya sekedar berbalas puisi.
Kamu menceritakan semua keinginanmu; dari mulai yang mudah hingga keinginan yang sulit sekalipun. Kamu punya banyak rencana masa depan yang baik, kamu juga memiliki semua yang diperlukan untuk menuju ke titik itu. Aku merasa senang kalau nanti pada akhirnya, akupun terlibat dalam semua pembicaraanmu itu.
Berbeda denganmu, aku lebih banyak mendengarmu bercerita dan mengikuti saja alur yang ingin kamu buat. Tapi, ternyata hal itu malah membuat aku menjadi canggung, dan tidak tau harus bersikap apa padamu, namun aku tetap tenang dan berusaha menjadi yang terbaik.
Hari demi hari kita lalui dengan baik, walau tak jarang ada sedikit cekcok yang wajar diantara kita. Kenapa kubilang wajar? Karena untuk sampai ke titik ini, kita sampai terlalu cepat, menurutku. Tapi, lagi-lagi kata-katamu yang ajaib menyihir semua pemikiranku.
"Aku nggak mau ngeremehin hal-hal yang terjadi meskipun cuma beberapa hari, hal-hal yang berlangsung bertahun-tahun aja belum tentu bisa menjamin apa-apa buat hidupmu ke depan. Nggak ada salahnya kita percaya sama hal-hal yang instan."
Setelah semua kata ajaib itu keluar, aku semakin jatuh. Jatuh di tempat yang aku merasa bukan seharusnya ditempati olehku. Bagaimana mungkin seseorang sepertimu harus melalui masa-masa berharga seperti ini hanya dengan orang macam aku. Di titik ini, harus kunyatakan dengan yakin kalau kamu sudah merubah aku, merubah hidupku menjadi lebih baik. Segala pemikiran-pemikiran yang selama ini kukira hanya ada di kepalaku, ternyata kamu pun memilikinya. Tahap kedewasaanku bertambah satu tingkat lebih tinggi setelah bertemu denganmu. Dengan yakin, kuteriakkan lantang di dalam hati, bahwa nanti apapun yang terjadi, baik kita akan bersama atau tidak, kamu tidak akan aku lupakan. Tidak akan pernah.
***
Musim hujan belum juga selesai, namun setiap harinya perselisihan diantara kita selalu ada. Tak jarang, kebodohan yang kulakukan malah makin membuat perasaanmu berantakan. Padahal, menurutku itu adalah cara untuk membuatmu lebih baik, tapi anehnya, semua cara yang kupilih untuk kulakukan malah selalu membuat kamu merasa lebih tersakiti dan merasa tidak kuperlakukan dengan baik. Aku tau, aku memang orang yang dengan mudahnya menyimpulkan sesuatu.
Semesta seakan selalu mendukung keputusan yang aku lakukan menjadi keputusan yang salah. Aku semakin terlihat buruk dimatamu setiap harinya, Kamu menahan semua amarah dan kekesalanmu, aku tahu itu. Tapi aku malah takut, karena nanti pada suatu hari semua yang kamu tahan dalam dadamu itu keluar, aku harus angkat kaki dari tempatku sekarang.
Semesta seakan selalu mendukung keputusan yang aku lakukan menjadi keputusan yang salah. Aku semakin terlihat buruk dimatamu setiap harinya, Kamu menahan semua amarah dan kekesalanmu, aku tahu itu. Tapi aku malah takut, karena nanti pada suatu hari semua yang kamu tahan dalam dadamu itu keluar, aku harus angkat kaki dari tempatku sekarang.
Hingga pada malam itu, aku melakukannya lagi. Kalau biasanya aku memilih untuk diam dan mengalah, tapi kali ini entah mengapa rasanya ingin sekali aku melawan semua kata-katamu; semua argumenmu. Aku juga punya harga diri sayang, itu yang aku pikirkan. Perselisihan malam itu hanya sebentar, sampai akhirnya kamu mengeluarkan itu semua; keresahan yang selama ini ada di dalam dadamu. Kamu bilang bahwa kita telah selesai, dan kamu menitahku untuk mencari penggantimu saja karena kamu sudah muak denganku. Aku cuma diam, tak bisa berkata apa-apa lagi setelah itu.
Aku terdiam, semakin diam, dan mulai berpikir. Semua pertengkaran ini hanya dalam waktu singkat, dan aku harus angkat kaki dari tempat yang hanya dalam waktu singkat pula aku mendapatkannya dan menetap disitu. Apa ini maksud dari semua kata-kata ajaibmu waktu itu? Bahwa hal-hal yang berlangsung singkat itu memang tidak bisa diremehkan. Sekali lagi, itu hanya pemikiran singkatku, aku selalu cepat mengambil kesimpulan. Kamu selalu ingat itu.
Aku, sebagai seorang yang tentu punya prinsip dan harga diri, akhirnya harus kalah; entah mengalah. Aku tidak tahu sebutan apa yang lebih tepat untuk kutuliskan disini. Jika memang seseorang sudah menyuruhku pergi, maka aku harus pergi. Jika seseorang sudah mengusirku, maka aku tak boleh tetap ada di tempat itu. Aku harus pergi, demi dirimu dan semua harga diriku.
Akhirnya kita sampai di titik ini, titik dimana kita seakan tak pernah jadi dua orang yang saling berbalas hati; juga puisi. Aku hanya bisa terus memandang dan-tetap-mengagumimu dari kejauhan. Jauh dari kerumunan orang-orang yang biasa jadi lingkungan tempat kita mempertunjukkan kasih. Sakit dari dalam hati kemudian muncul, dan aku merasa bisa menikmati ini. Karena lagi-lagi, seperti katamu yang tak pernah meremehkan hal-hal yang terjadi dalam waktu singkat, aku berharap perasaan ku sekarang ini, hanya menyiksaku dalam waktu yang singkat juga.
Terima kasih, untuk semua hal singkat yang pernah kuterima, itu indah.
Terima kasih, untuk semua hal singkat yang pernah kuterima, itu indah.
Terima kasih, untuk semua kata-kata ajaib yang sampai saat ini masih ada di dalam kepalaku, itu melekat.
Terima kasih, untuk semua pemikiran dan kecocokan-kecocokan yang selalu kita perbincangkan, itu mendewasakan.
Semoga kamu mendapat apa yang selalu kamu rencanakan dalam hidupmu, karena itu harus.
Dan aku meminta maaf untuk terakhir kali jika sampai detik ini aku masih mengagumimu.
Dan sekali lagi, dengan yakin, kuteriakkan dengan lantang di dalam hati, kamu tidak akan aku lupakan. Tidak akan pernah; walau nyatanya kita tidak berakhir bersama.
Dan aku meminta maaf untuk terakhir kali jika sampai detik ini aku masih mengagumimu.
Dan sekali lagi, dengan yakin, kuteriakkan dengan lantang di dalam hati, kamu tidak akan aku lupakan. Tidak akan pernah; walau nyatanya kita tidak berakhir bersama.
Ditulis dibawah lampu yang remang dan saat cuaca diluar sedang hujan deras.
Dengan ditemani secangkir kopi dan alunan lagu Said & Done dari A Skylit Drive.
Cimahi, 26 November 2016
Dengan ditemani secangkir kopi dan alunan lagu Said & Done dari A Skylit Drive.
Cimahi, 26 November 2016
jam 5 sore lewat 8 menit
Guzti Eka Putra