Saturday 26 November 2016

A BLESSING IN DISGUISE : NOT EVERY LITTLE-THING-THAT-MATTER, CAN BE FORGOTTEN EASILY


Lewat pertemuan yang tidak sengaja itu, aku tiba-tiba tertarik akan hal-hal yang ada pada dirimu. Jika kamu pernah bilang kalau awalnya kamu tertarik karena kamu memang merasa kalau aku menarikmu sedikit demi sedikit, harus kuakui jawabannya adalah iya. Siapa yang tak tertarik dengan wanita berparas jelita sepertimu. Tapi aku tidak menyangka kalau dalam kurun waktu secepat itu, kita cepat beradaptasi dan saling berbalas hati; tak hanya sekedar berbalas puisi.


Kamu menceritakan semua keinginanmu; dari mulai yang mudah hingga keinginan yang sulit sekalipun. Kamu punya banyak rencana masa depan yang baik, kamu juga memiliki semua yang diperlukan untuk menuju ke titik itu. Aku merasa senang kalau nanti pada akhirnya, akupun terlibat dalam semua pembicaraanmu itu.


Berbeda denganmu, aku lebih banyak mendengarmu bercerita dan mengikuti saja alur yang ingin kamu buat. Tapi, ternyata hal itu malah membuat aku menjadi canggung, dan tidak tau harus bersikap apa padamu, namun aku tetap tenang dan berusaha menjadi yang terbaik.



Hari demi hari kita lalui dengan baik, walau tak jarang ada sedikit cekcok yang wajar diantara kita. Kenapa kubilang wajar? Karena untuk sampai ke titik ini, kita sampai terlalu cepat, menurutku. Tapi, lagi-lagi kata-katamu yang ajaib menyihir semua pemikiranku.




"Aku nggak mau ngeremehin hal-hal yang terjadi meskipun cuma beberapa hari, hal-hal yang berlangsung bertahun-tahun aja belum tentu bisa menjamin apa-apa buat hidupmu ke depan. Nggak ada salahnya kita percaya sama hal-hal yang instan."



Setelah semua kata ajaib itu keluar, aku semakin jatuh. Jatuh di tempat yang aku merasa bukan seharusnya ditempati olehku. Bagaimana mungkin seseorang sepertimu harus melalui masa-masa berharga seperti ini hanya dengan orang macam aku. Di titik ini, harus kunyatakan dengan yakin kalau kamu sudah merubah aku, merubah hidupku menjadi lebih baik. Segala pemikiran-pemikiran yang selama ini kukira hanya ada di kepalaku, ternyata kamu pun memilikinya. Tahap kedewasaanku bertambah satu tingkat lebih tinggi setelah bertemu denganmu. Dengan yakin, kuteriakkan lantang di dalam hati, bahwa nanti apapun yang terjadi, baik kita akan bersama atau tidak, kamu tidak akan aku lupakan. Tidak akan pernah.


***


Musim hujan belum juga selesai, namun setiap harinya perselisihan diantara kita selalu ada. Tak jarang, kebodohan yang kulakukan malah makin membuat perasaanmu berantakan. Padahal, menurutku itu adalah cara untuk membuatmu lebih baik, tapi anehnya, semua cara yang kupilih untuk kulakukan malah selalu membuat kamu merasa lebih tersakiti dan merasa tidak kuperlakukan dengan baik. Aku tau, aku memang orang yang dengan mudahnya menyimpulkan sesuatu.


Semesta seakan selalu mendukung keputusan yang aku lakukan menjadi keputusan yang salah. Aku semakin terlihat buruk dimatamu setiap harinya, Kamu menahan semua amarah dan kekesalanmu, aku tahu itu. Tapi aku malah takut, karena nanti pada suatu hari semua yang kamu tahan dalam dadamu itu keluar, aku harus angkat kaki dari tempatku sekarang.


Hingga pada malam itu, aku melakukannya lagi. Kalau biasanya aku memilih untuk diam dan mengalah, tapi kali ini entah mengapa rasanya ingin sekali aku melawan semua kata-katamu; semua argumenmu. Aku juga punya harga diri sayang, itu yang aku pikirkan. Perselisihan malam itu hanya sebentar, sampai akhirnya kamu mengeluarkan itu semua; keresahan yang selama ini ada di dalam dadamu. Kamu bilang bahwa kita telah selesai, dan kamu menitahku untuk mencari penggantimu saja karena kamu sudah muak denganku. Aku cuma diam, tak bisa berkata apa-apa lagi setelah itu.


Aku terdiam, semakin diam, dan mulai berpikir. Semua pertengkaran ini hanya dalam waktu singkat, dan aku harus angkat kaki dari tempat yang hanya dalam waktu singkat pula aku mendapatkannya dan menetap disitu. Apa ini maksud dari semua kata-kata ajaibmu waktu itu? Bahwa hal-hal yang berlangsung singkat itu memang tidak bisa diremehkan. Sekali lagi, itu hanya pemikiran singkatku, aku selalu cepat mengambil kesimpulan. Kamu selalu ingat itu.


Aku, sebagai seorang yang tentu punya prinsip dan harga diri, akhirnya harus kalah; entah mengalah. Aku tidak tahu sebutan apa yang lebih tepat untuk kutuliskan disini. Jika memang seseorang sudah menyuruhku pergi, maka aku harus pergi. Jika seseorang sudah mengusirku, maka aku tak boleh tetap ada di tempat itu. Aku harus pergi, demi dirimu dan semua harga diriku.


Akhirnya kita sampai di titik ini, titik dimana kita seakan tak pernah jadi dua orang yang saling berbalas hati; juga puisi. Aku hanya bisa terus memandang dan-tetap-mengagumimu dari kejauhan. Jauh dari kerumunan orang-orang yang biasa jadi lingkungan tempat kita mempertunjukkan kasih. Sakit dari dalam hati kemudian muncul, dan aku merasa bisa menikmati ini. Karena lagi-lagi, seperti katamu yang tak pernah meremehkan hal-hal yang terjadi dalam waktu singkat, aku berharap perasaan ku sekarang ini, hanya menyiksaku dalam waktu yang singkat juga.


Terima kasih, untuk semua hal singkat yang pernah kuterima, itu indah.
Terima kasih, untuk semua kata-kata ajaib yang sampai saat ini masih ada di dalam kepalaku, itu melekat.
Terima kasih, untuk semua pemikiran dan kecocokan-kecocokan yang selalu kita perbincangkan, itu mendewasakan.


Semoga kamu mendapat apa yang selalu kamu rencanakan dalam hidupmu, karena itu harus.
Dan aku meminta maaf untuk terakhir kali jika sampai detik ini aku masih mengagumimu.
Dan sekali lagi, dengan yakin, kuteriakkan dengan lantang di dalam hati, kamu tidak akan aku lupakan. Tidak akan pernah; walau nyatanya kita tidak berakhir bersama.



Ditulis dibawah lampu yang remang dan saat cuaca diluar sedang hujan deras.
Dengan ditemani secangkir kopi dan alunan lagu Said & Done dari A Skylit Drive.
Cimahi, 26 November 2016
jam 5 sore lewat 8 menit

Guzti Eka Putra

Wednesday 2 November 2016

TAPI, MENINGGALKANMU BUKANLAH SEBUAH KESALAHAN


Di siang ini, gue tiba-tiba teringat tentang suatu kejadian. Tapi, sebelum gue tuangin segala sesuatunya disini, gue coba menenangkan diri gue dulu, gue pasang earphone dan putar lagu Hidupkan Mimpi nya Danger Ranger.


Oke, sekarang gue siap. Gue mulai ya.....
Eh iya, btw, gue bakal sampein cerita ini dengan gaya nulis gue yang nggak biasa.
Semoga masih berkenan~



***


"Lucu juga dia yang pake kacamata"
"Mana sih mana?"
"Itu lu liat nggak?"
"Hmm.. boleh, sih. Berani lu deketin?"
"Coba aja nggak ada salahnya lah.."
"Iya sih, yaudah, gih"
"Oke, kapan-kapan"
"Hahahahahaha, tai! Udah lah, yok lanjut"
"Sip, kuy kuy"



Berhari-hari setelahnya, entah ada keberuntungan apa yang menimpa saya. Perempuan yang saya bicarakan dengan teman tempo hari, kebetulan ada di dekat saya. Lantas, kesempatan yang datang tentunya tidak saya sia-siakan. Saya mengajaknya berkenalan, dan untungnya dia mau. Walaupun di awal-awal pembicaraan dia terlihat sangat jutek, tapi setelah ditelaah lebih jauh ternyata dia seorang yang pendiam. Mungkin kehadiran saya memang mengganggunya, makanya dia bersikap seolah mau-tak-mau meladeni saya.



Hari demi hari berlalu. Minggu demi minggu. Hubungan kami semakin dekat semenjak saling bertukar akun media sosial dan juga nomor telefon. Di awal perkenalan yang memang niat saya hanya sekedar bersilaturahmi menambah teman, nyatanya berlanjut sampai sejauh ini. Namun kemudian, ada sesuatu yang akhirnya harus kami sama-sama terima bahwa dia, perempuan yang akhir-akhir ini selalu menemani saya, harus pergi ke suatu tempat yang jauh. Kemudian, sebelum dia pergi, dia meminta kejelasan untuk semua hal yang kami lalui, dan, saya yang tidak terbiasa dengan hal ini, tentu saja, memberikan jawaban yang paling tidak ingin dia dengar. Dan kemudian, dia pergi....


***


Tidak lama setelah kepergiannya, saya tetap menjalani kehidupan saya yang biasa-biasa saja ini seperti biasa. Tidak ada yang berbeda. Sampai akhirnya, kehidupan berputar sekali lagi untuk mempertemukan kami. Iya, kami. Saya dan perempuan tempo hari. Tapi kali ini, ada yang berbeda. Entah, siapa diantara kami yang berubah. Saya melihatnya menjadi berbeda karena tentu saja itu dari sudut pandang saya. Dia pun melihat saya menjadi berbeda karena tentu saja itu dari sudut pandangnya. Tapi, saya tidak mau mempermasalahkan ini. Saya mengalah setiap ada sesuatu yang kira-kira akan memicu hubungan kami yang tidak jelas ini menjadi semakin tidak jelas nantinya. Itu memang tugas seorang laki-laki, bukan?



Sampai suatu ketika, saya mulai semakin tidak nyaman dengan sikapnya yang seolah-olah dia memiliki saya sepenuhnya. Padahal, sejak awal kami sudah membicarakan kemana arah hubungan ini. Tentu saja, saya, sebagai laki-laki yang tidak suka dikekang sedikit kecewa dengan perbuatannya. Namun, setelah saya sampaikan, dia bilang dia bisa mengerti. Namun sayangnya, sikap masing-masing dari kami dalam menjaga hubungan ini menjadi berbeda. Entah apa yang menyebabkan saya jadi seperti ini. 



Akhirnya, saya merasa sudah tidak ada lagi yang bisa saya perjuangkan untuknya. Karena rasa yang selama ini saya bangun, hilang begitu saja. Silahkan salahkan saya untuk semua ini, tapi memang inilah kenyataannya. Namun, ternyata tidak untuknya. Dia malah semakin menumbuhkan perasaannya. Tinggi, tinggi, dan semakin tinggi. Hingga saya tak tahu lagi dengan cara apa saya harus meninggalkannya. Bukan karena tidak mau berusaha bertahan, tapi karena memang saya tidak mau membohongi diri sendiri. Jika sudah tidak ada rasa lagi, lantas apa saya harus berbohong untuk pura-pura menyayangi? Tidak, sayang. Itu lebih keji.



Kemudian terbesit di dalam pikiran saya, yang mau tidak mau, suka tidak suka harus saya lakukan untuk bisa meninggalkannya. Saya berpikir untuk menjadi lelaki brengsek di depan mukanya. Sekali lagi, jika kalian membaca tulisan ini, silahkan salahkan saya dan hina saya semau kalian, tapi saya tidak akan pernah mau membohongi perasaan yang ada di dalam diri saya sendiri.



Entah kenapa, lagi-lagi seakan dunia berpihak pada saya. Tiba-tiba ada satu perempuan lain yang saya pikir bisa saya jadikan sebagai alasan untuk menjadi brengsek. Hingga akhirnya, semua yang saya rencanakan terjadi. Dia harus melihat saya seakan berhubungan dekat dengan perempuan ini. Hingga dia meluapkan semua kemarahan dan kehancuran hatinya pada saya. Dia dan hatinya hancur, mungkin berkeping-keping, tapi entah, saya tidak tahu pasti. Satu yang pasti saya tahu, saya berhasil membuat diri saya terlihat sebagai orang brengsek di mata indahnya. 


***


Manusia membuat kesalahan di dunia ini, tapi meninggalkanmu bukanlah sebuah kesalahan, sayang.
Satu-satunya kesalahan yang saya lakukan adalah; memulai sesuatu yang tidak bisa saya selesaikan dengan baik; mencoba menyayangimu.



Kemudian, ingin rasanya saya membuatkanmu sebuah puisi untuk bisa sedikit mencoba mengobati hatimu. Tapi, sepertinya tidak mungkin berhasil. Karena apapun yang saya lakukan sekarang, sudah tidak akan pernah ada artinya lagi untukmu. Jadi, saya tidak akan membuat puisi untukmu. Saya hanya akan memberi satu puisi yang bisa mewakili segala sesuatunya untukmu. Terima kasih...


Aku benci kata 'maaf',
karena kata setelahnya,
pasti menyakitkan.

Pun jangan juga ucapkan 'selamat tinggal',
karena tak ada hati yang selamat
saat ditinggal.

Terima kasih,
atas kasih yang pernah kuterima.

-andhikahadip, Jakarta, 2016-


***


"Apa yang kan terjadi bila ku bermimpi Kau hadir disini berharap tuk kembali padaku Kisah kita yang telah lama kau padamkan Tak akan pernah menghilang walau kau pikir telah usai
 Dan bila semua harus ku akhiri Ku ingin agar kau mengerti Kulakukan semua untukmu...."


Siang bolong di awal bulan November,dan bukan berdasarkan pengalaman pribadi
Guzti Eka Putra2016